6 Fakta Menarik Biseksual, bukan Sekadar Suka Dua Gender

페이지 정보

profile_image
작성자 Beau
댓글 0건 조회 33회 작성일 24-06-30 02:04

본문

land-rapeseed-yellow-mustard-plant-field-mustard-plant-mustard-and-cabbage-family-grass-flower-flowering-plant-spice-brassica-rapa-crop-Mustard-seed-meadow-perennial-plant-1604409.jpgFollow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Setiap tanggal 23 September merupakan perayaan Celebrate Bisexuality Day atau Hari Perayaan Biseksualitas. Mendengar kata "biseksual", rape apa yang muncul dalam benakmu, Seseorang yang menyukai dua gender? Benar. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mencatatkan makna serupa mengenai biseksualitas. Biseksualitas dapat ditelusuri sejarahnya hingga abad ke-19. Dilansir Online Etymology Dictionary, pada tahun 1824, orang-orang kala itu menyalahartikan biseksualitas sebagai hermafrodit atau memiliki dua jenis kelamin. Meskipun begitu, awam sering menyalahartikan biseksualitas. Mereka menganggap biseksualitas hanya sedang dalam "persimpangan" pada jalan yang akan ia pilih, dan bisa sewaktu-waktu berubah menjadi heteroseksual atau homoseksual. Buka pikiran, yuk, simak artikel mengenai biseksualitas ini. Fakta pertama mengenai biseksual adalah jumlahnya yang sedikit. Bisa dibilang, dari minoritas lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT), biseksual adalah yang jumlahnya paling kecil. Hal ini didukung oleh sebuah survei pada 2013 oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC) terhadap 34.557 orang dewasa usia 18 tahun ke atas. Dari jumlah tersebut, hanya 0,7 persen yang mengaku biseksual. Dari angka tersebut, sebanyak 0,4 persen adalah laki-laki dan sebanyak 0,9 persen perempuan. Sementara itu, heteroseksual adalah yang paling banyak dengan 96,6 persen dan homoseksual dengan 1,6 persen. Karena jumlahnya yang lebih minor daripada minoritas, mereka tidak diuntungkan dalam segi faktor sosial ekonomi. Akibatnya, kesehatan mereka tidak begitu prima karena tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak. Tahun 2015, sebuah penelitian dari Departemen Psikologi Rice University di Texas, Amerika Serikat (AS), berjudul "A New Piece of the Puzzle: Sexual Orientation, Gender and Physical Health Status" mengatakan bahwa 19,5 persen laki-laki dan 18,5 persen perempuan biseksual mengaku memiliki tingkat kesehatan yang "lemah" hingga "menengah". Karena biseksual adalah kaum minoritas di bawah minoritas, mereka bahkan dikucilkan dalam komunitas mereka sendiri (akan dijelaskan dalam poin-poin berikutnya). Hal tersebut memiliki dampak berbahaya bagi kesehatan, apalagi ketika mereka membutuhkan perawatan kesehatan yang tepat. Bagi mahasiswa jurusan Psikologi, nama ini sering kali muncul. Ya, Sigmund Freud, pakar neurologi dan pencetus psikoanalisis dari Austria, mengatakan bahwa setiap orang sesungguhnya memiliki sedikit "sisi biseksual". Untuk seorang neurologi, Freud cukup vokal mengenai biseksualitas dan berpikiran cukup terbuka terhadap LGBT pada zamannya. Freud menyangkal pandangan teori kecacatan genetik pada kaum homoseksual yang dikemukakan oleh Krafft-Ebing lewat bukunya, "Psychopathia Sexualis" pada 1886. Ia juga menyatakan bahwa manusia pada dasarnya memiliki "sedikit" sisi biseksual. Freud percaya bahwa homoseksualitas sebagai variasi dari fungsi seksual yang dihasilkan oleh perkembangan orientasi seksual. Ia kemudian menghubungkan homoerotisisme (ketertarikan dengan sesama jenis) dengan kurangnya penekanan terhadap disposisi biseksual sejati. Ini bukan berarti bahwa semua orang tertarik secara seksual kepada dua jenis kelamin dan memilih untuk menekan perasaan itu. Sebaliknya, Freud menyatakan bahwa garis pemisah antara seksualitas, maskulinitas, rape dan feminitas jauh lebih rancu daripada yang diyakini kebanyakan orang, sebagaimana dibuktikan oleh hal-hal seperti cross-dressing dan persahabatan sesama jenis. Sementara Freud mengatakan bahwa semua orang memiliki sedikit sisi biseksual dalam dirinya, beberapa kalangan mengatakan bahwa sebenarnya biseksualitas adalah mitos belaka. Menurut sebuah penelitian pada 2013 oleh University of Pittsburgh, AS, sekitar 15 persen dari 1.500 responden tidak percaya dengan sebutan "biseksual" sebagai orientasi seksual. Jadi Bagian Tubuh Paling Kotor, Apakah Pusar Perlu Dibersihkan? Kenali Risiko Bahaya Suntik Filler, Jangan Buru-buru Mencobanya! Mackey Friedman, seorang peneliti di Graduate School of Public Health di University of Pittsburgh dan direktur Project Silk, inisiatif pencegahan penularan human immunodeficiency virus (HIV). Para peneliti, termasuk Friedman, mengingatkan bahwa kelompok homoseksual memiliki pandangan negatif terhadap biseksualitas. Ini menunjukkan bahwa prasangka terhadap biseksualitas masih ada dalam komunitas homoseksual, meskipun biseksual tergabung dalam LGBT. Dalam poin-poin sebelumnya, jelas bahwa kelompok biseksual menjadi "samsak" bagi kelompok heteroseksual dan homoseksual. Jadi, mengapa kelompok biseksual dikucilkan oleh kedua kelompok tersebut? Dari berbagai sumber menyatakan bahwa hal itu karena keduanya menganggap kelompok biseksual sebagai kelompok yang "kebingungan". Kelompok biseksual dianggap sedang mencoba menyortir perasaan mereka sebelum beranjak ke homoseksualitas atau ke heteroseksualitas di tengah usia-usia eksplorasi seksual mereka. Selain itu, beberapa kalangan homoseksual mengatakan bahwa biseksual adalah kelompok pengecut yang dapat berlindung "di bawah ketiak" kelompok heteroseksual jika keadaan menentang mereka. Sayangnya, kelompok pria biseksual menghadapi label negatif lebih parah daripada perempuan. Hal ini dapat mengakibatkan depresi dan tindakan gegabah, seperti konsumsi narkoba dan seks bebas yang berisiko tinggi. Mencengangkan, Friedman mengatakan bahwa di AS, dari 1,2 juta kelompok biseksual, sebanyak 121,800 orang didata mengidap acquired immunodeficiency syndrome (AIDS), sedangkan pada 2017 sebanyak 70 persen kelompok homoseksual dan biseksual berkontribusi pada angka pengidap AIDS di AS! Ia menjelaskan bahwa penolakan dan stigmatisasi tersebut dapat berdampak negatif bagi kelompok biseksual. Karena mereka tidak dapat berinteraksi sosial dalam masyarakat, mereka dapat bertindak desktruktif pada diri sendiri atau orang lain di sekitarnya. Selain seks yang berbahaya, laman AIDS Info pada Maret 2020 mengatakan bahwa salah satu penyebab tingginya angka pengidap AIDS pada biseksual adalah karena stigma masyarakat, sehingga mereka takut untuk memeriksakan diri dan berobat. Jika stigma tersebut dapat dihilangkan, bukan tidak mungkin kelompok biseksual bisa lebih dirangkul dalam masyarakat, sehingga pencegahan AIDS dapat dilakukan dalam komunitas biseksual. Sebagai contoh, informasi tersebut dapat dijadikan acuan untuk pemasaran sosial untuk menjangkau masyarakat agar berhenti mengucilkan kelompok biseksual (dan LGBTQ). Hal itu bisa berguna untuk mencegah AIDS dan melakukan pengujian HIV secara lebih luas dalam komunitas biseksual. Karena stigma dan marginalisasi oleh kedua kalangan orientasi seksual tersebut, kelompok biseksual lebih memilih untuk menutupi orientasi seksualnya. Menurut sebuah survei oleh Pew Research Center pada tahun 2013, hanya sekitar 28 persen individu biseksual yang memberi tahu orientasi seksualnya kepada orang-orang terdekat. Angka tersebut berbanding jauh dengan kelompok homoseksual yang sebanyak 77 persen terbuka soal orientasi seksual mereka. Apalagi, karena dunia, baik heteroseksual atau homoseksual, tidak mengakui biseksual sebagai sebuah orientasi seksual asli, maka makin susah bagi seorang biseksual untuk terbuka tanpa takut menerima hinaan. Sebelumnya, terbukti bahwa perempuan lebih banyak mendominasi kelompok biseksual dibanding laki-laki. Ternyata, hasil tersebut juga didukung oleh sebuah survei oleh Add Health. Perempuan dikatakan lebih mudah untuk mengaku sebagai seorang biseksual saat usia 22-28 tahun. Ini karena orientasi seksual perempuan lebih "luwes" dibanding laki-laki, sehingga terkadang mereka tidak 100 persen homoseksual dan 100 persen heteroseksual, jadilah biseksual. Para peneliti berhipotesis bahwa perempuan yang kurang memiliki "peluang romantis" mungkin memilih untuk bereksperimen. Hal tersebut perlu ditekankan mengingat masih ada kalangan masyarakat menilai perempuan biseksual sebagai perempuan yang "kegatalan". Demikianlah fakta menarik mengenai kelompok biseksual dan biseksualitas. Perlu diingat, seperti orientasi seksual lainnya, kelompok biseksual bukanlah target untuk dihina atau dijauhi. Catatan: Keberadaan orientasi biseksual di Indonesia bukan untuk dijauhi atau malah dianiaya. Mereka memiliki hak yang sama seperti kita dan memiliki beban hidup yang sama seperti kita. Mari berpikiran terbuka dan rangkul mereka ke dalam masyarakat.photo-1614142081239-fb8ff0ddbeef?ixid=M3wxMjA3fDB8MXxzZWFyY2h8MTh8fGJvbmRhZ2V8ZW58MHx8fHwxNzE5NjQwNzc3fDA\u0026ixlib=rb-4.0.3 Yang diperjuangkan adalah hak asasi setiap orang sebagai manusia dan makhluk sosial.

댓글목록

등록된 댓글이 없습니다.